Pages

Saturday, August 4, 2012

Puasa!


Bulan Ramadhan, bulan puasa. Ada yang bilang kita harus jaga hati, jaga pikiran, jaga ucapan, jaga mata, dan jaga-jaga yang lain. Jadi, pada tulisan ini saya tidak akan protes pada siapa pun, tentang apa pun. Saya tidak akan mengkritik orang lain di tulisan ini. Biarlah, mumpung Ramadhan saya bisa mencoba bercermin, melihat baik-busuknya diri saya sendiri.

Tahun lalu, juga di bulan Ramadhan, saya menulis tentang betapa saya kurang bisa menghayati Ramadhan sebagai bulan yang dimaksudkan untuk melatih manusia menahan nafsu. Bukannya hidup sederhana di bulan puasa, saya malah menjelma menjadi seorang hedonis yang balas dendam ketika berbuka puasa. Syukurlah, saya cukup berhemat di Ramadhan tahun ini, mungkin karena saya sudah beberapa bulan meninggalkan kehidupan asrama dan sudah kembali beradaptasi dengan dunia normal, tidak seperti Ramadhan tahun lalu dimana saya menghabiskan setengah durasi bulan puasa dengan makan seadanya lalu ketika pulang menjelang lebaran saya mengila. Ya, setidaknya saya tidak perlu menulis tentang hal yang sama dua kali.
Ketika membicarakan Ramadhan, seorang muslim tentu mengaitkannya dengan menahan nafsu, menambah ibadah, dan pada akhirnya mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Saya tak berniat membuat tulisan ini menjadi terlalu religius, walau tak dapat dipungkiri pasti ada muatan-muatan religi yang mau tidak mau masuk ke sini.

Jujur saja, bila definisi sukses di bulan Ramadhan adalah sukses menambah porsi ibadah menjadi dominan dalam kehidupan sehari-hari sembari menghindari berbuat dosa (atau apa pun yang diawali nafsu), saya tidak (atau setidaknya belum, semoga) bisa dibilang sukses menjalani Ramadhan. Saya sudah menambah porsi ibadah, dari malas-malasan mengerjakan selain yang wajib menjadi agak sedikit malas. Pada akhirnya jadwal tadarus saya keteteran beberapa juz, padahal saya sudah curi start lima juz sebelum bulan puasa. Untuk ibadah malam, so-so lah, setidaknya tarawih saya belum bolong (walaupun ada yang sendirian di rumah, atau ikut berjamaah di masjid tapi shalatnya setengah sadar). Ya, at least ada peningkatan. At least.

Yang jadi masalah adalah, saya masih merasa sulit meninggalkan kebiasaan-kebiasaan sekuler saya. Membajak video game, menguduh lagu bajakan, membaca komik di internet (lagi-lagi bajakan) yang sedikit banyak pasti mengandung fan service, dan perbuatan-perbuatan sekuler lain yang seharusnya di luar Ramadhan pun ditinggalkan malah terbawa ke Ramadhan. Parahnya, jadwal yang senggang di bulan puasa malah mejadi sarana untuk melakukan hal-hal tersebut. Saya ingin bisa meninggalkan yang semacam itu. Sungguh. Tapi ya, pada akhirnya ketika ego saya kumat saya akan beralasan dengan mengutip lirik salah satu lagu Efek Rumah Kaca yang berjudul Debu-Debu Berterbangan:

Demi masa, sungguh kita tersesat
Membiaskan yang haram
Karena kita manusia
...
Karena kita manusia, ya, karena saya manusia. Manusia pasti punya nafsu, jadi meski setan-setan konon dibelenggu selama Ramadhan, ada saja alasan untuk berbuat yang tak patut. Oh iya, tentu saja lagu tadi adalah lagu bajakan yang saya unduh dari internet, sebelum Ramadhan kok.